Selasa, 27 Januari 2015

Happy Ending



Hallo semuanya, namaku Putri Nadia. Aku berasal dari keluarga yang sederhana. Dulu sewaktu aku masih kecil, ya umuran 8 tahun, aku mempunyai satu orang sahabat yang bernama Rio Agustian. Semasa kita kecil, kita selalu bermain bersama. Tapi semua itu sudah berubah sekarang, sampai akhirnya Rio harus meninggalkanku, karena dia harus ikut mama dan papanya keluar negri, otomatis rio akan bersekolah bersama orang tua nya.

“Put, maafin Rio yah. Rio harus ninggalin Putri. Rio harus ikut orang tua Rio kesana. Dan juga Rio gada pilihan untuk ini semua.” Sambil menatapku. “tapi kan, kamu sudah berjanji untuk tidak meninggalkanku.” Jawabku dengan nada sedih.
“tapi aku janji Put, setelah aku besar nanti, aku akan menemuimu kembali. Aku akan menikahimu. Dan tak akan meninggalkanmu lgi. Jangan sedih put, aku janji pasti kembali. Aku sayang kmu Gendut”

Semenjak itu, aku tak melihat Rio lagi. Aku sungguh rindu padanya. Rindu saat ketawa, main, canda, semuanya kulewati bersama rio.

Tahun demi tahun kulewati tanpa adanya Rio disisiku lagi. Sekarang aku bersekolah di SMA ternama di kota A, tepatnya sekarang aku kelas 2 SMA. Kebanyakan kalau udah SMA, remaja banyak yg pacaran inilah, itulah, segalanya. Tapi tidak denganku, selama ini aku tidak pernah sekalipun berpacaran. Aku hanya menunggu cinta masa kecilku, janji yang pernah Rio ucapkan padaku.

Pagi ini, aku bersemangat sekali untuk pergi sekolah. Aku hanya berdoa, semoga hari ini hari keberuntunganku.
“ma, aku berangkat sekarang yah!” teriakku pada mama yg sedang didapur. “kamu ga sarapan dulu Put, ini kan hari senin, nanti kamu pingsan pula di sekolah!” . mama berjalan menemuiku diruang tengah. “enak aja, mana lah aku pernah pingsan, ma. Ya nanti aku beli sarapan disekolah. Mama tenang aja yah.” Ku tersenyum pada mama. Lalu aku pun berpamitan dengan mama, langsung cuss deh ke sekolah. “hati-hati sayang!” teriak mamaku.

Sampai disekolah, aku disambut dengan sahabat karibku, namanya Olivia. Aku suka memanggilnya Oliv. “pagi Put. Seger bener pagi ini, ke kantin yu. Pasti belom sarapan kan?” tanya oliv sembari cengengesan. “iya dong harus. Memulai dengan sesuatu yang baru. Haha, iyah nih aku blom sarapan. Kamu tau ajah sihh.. yuk k kantin” akupun ikut ketawa. Dan kami pun ke kantin bersama. Kami makan bersama, sambil bercanda ini itu. Bel sekolah pun berbunyi. Kami pun menuju lapangan, Karena hari ini ada upacara bendera. Yang biasa dilakuin disetiap hari Senin.
Selesai upacara, kami pun masuk kelas. Untuk memulai pelajaran hari ini. aku dan Oliv dari tadi bercanda terus. Obrolan kami pun berhenti karena guru Killer kami yg masuk duluan. “ssstt, Put. Liat tuh sii killer tumben banget kelas sambil senyum, biasanyakan tatapannya sinis.” cerocos Oliv. “gatau juga Liv. Udah kita liat saja ada apa dia beitu.” Jawabku kepada Oliv.
“Selamat Pagi anak2.” Sapaan guru Killer
“pagi pak!” semua ank2 dikelas kupun menjawabnya.
“pagi ini kita semua kedatangan murid baru, pindahan dari luar negri. Saya harap kalian bisa menerimanya. Silahkan masuk Rio”
Rio pun masuk ke kelas dan memperkenalkan dirinya.
“hallo semua, nama saya Rio. Saya pindahan dari luar.” Menebarkan senyuman nya
“silahkan duduk Rio” pak guru mempersilahkan Rio duduk.
Dan Rio pun duduk dibelakang aku dan Oliv.
Pelajaran pun dimulai. Disela2 belajar, Oliv berbisik padaku, “Put, Rio ganteng banget ya.” Aku menjawab dengan spontan “engga, biasa aja. Gantengan juga cowo kecil aku.” “yah kmu Put. Masih aja mikirin itu. Mana ada sih Put, janji masih kecil terwujud.” Aku hanya diam.

Pagi ini aku berangkat sekolah dengan Oliv. Karena dia menjemputku dirumah. Kami pun sampai disekolah. Kami pun belajar seperti biasa. Jam istirahatpun tiba. Aku dan Oliv pergi kekantin. Saat aku keluar pintu kelas duluan, dan braakk. Aku terjatuh, karena ditabrak sama seseorang. Lalu aku berdiri. Dan hahhh, Rio nabrak aku! “hey, kamu tu punya mata ga sih! Liat2 dong kalo jalan!” kataku dengan nada tinggi. “kamu aja yang halangin jalan aku.” Jawab Rio dengan ketus, dan meninggalkan aku dan Oliv. “dasar yah tuh cowo nyebelin bukan main! Dari awal juga tuh aku gasuka. Apaan cwo kaya gitu. Sombong banget. Emangnya ni sekolah punya nene moyangnya apa?” gerutuku dalam hati. “udah Put, biarin aja. Yu ke kantin.” Ajak Oliv. Dan akupun mengiyakan ajakan Oliv. Kamipun memesan makanan favorite kami, ya semangkuk baso, dan teh kotak. Kami duduk dibangku yang aga besar, karena tidak ada bangku lagi selain bangku ini. kami pun asik memakan dan bergurau berdua. Tiba2!. Draaakkk!! Tangan seseorang menepuk meja dengan kerasnya. Dan kulihat, dia adalah teman2nya Rio. “hey! Kalian bisa pindah ga? Ini meja punya kita!”. Aku menjawabnya “woy! Ini tuh meja kami. Kami yang menempatinya duluan. Siapa cepat dia dapat dong!” omelku terhadap mereka. “sabar2 Put, yaudah mendingan kita pindah aja.” Ajak sahabatku. “tuh denger omngan sahabatmu! Pergi!” kata salah satu dari mereka. Karena aku tidak mau menambah masalah, akupun pergi dengan sahabtku. “aku benci Liv, dengan mereka semua, terutama dengan Rio. Semenjak kehadirannya disekolah ini, dia membuat hidupku seperti di neraka!” gerutuku terhadap Oliv. “sabar aja yah Put, semuanya bakal dibalas oleh tuhan” kata Oliv. Akupun hanya tersenyum. Tapi memang benar juga sih, kita ga usah membalasnya. Biar Tuhan yang membalasnya.

Ohya, disini Rio termasuk orang suka berbuat semena2. Karena dia sering dimanja oleh orang tuanya. Semenjak dia pergi keluar negri, sikapnya berubah menjadi jahat. Dan Rio disekolahku termasuk cowo yang playboy, suka balap-balap’an, dan taruhan.

Suatu hari Rio taruhan dengan teman2nya, dan taruhannya diriku. Jika Rio berhasil menjadikanku sebagai kekasihnya, teman2nya itu akan menjadi anak buah Rio sampe lulus sekolah, tapi jika Rio tidak berhasil. Rio harus jalan bebek setiap datang kesekolah dalam waktu 1 bulan. Sadis bnget kan taruhannya.

Saat itu, aku sedang asik membaca buku sambil nunggu bel masuk sekolah. Tiba2 ada seseorang yg duduk disebelahku. Karena keasikkan membaca, aku tidak menghiraukan siapa yg duduk disebelahku.

“put, baca apaan sih? Serius amat.” Tanya nya padaku. “oh ini, ini novel yang tadi aku pinjem dari perpus. Seru loh.” Jawabku, tanpa menoleh kearahnya.
“oh, ntar plg sekolah bareng ya.”
Akupun langsung menoleh ke arahnya. Dan ternyata???
“kamu! Kamu ngapain disini! Kamu yang dari tadi nnya ke aku?!” dengan nada yg kaget.
“weittss, sabar dong. bukannya tdi kmu baik2 saja kan put? Ko jadi begini?”
“ya kamu ngapain disini? Aku tuh gasuka orang kaya kmu! Sombong, suka bully orang, dan memandang semua orang itu rendah!” lalu akupun pergi meninggalkannya. Dan kebetulan bel sekolahpun berbunyi, menandakan pelajaran akan segera dimulai.

“ngapain lg tuh sii Rio deket2in aku.”omelanku dalam hati
“woy! Ngapain bengong? Mikirin cwo baru yah?” rayu temanku Oliv
“apaan sih Liv. Enak aja aku mikirin cwo. Aku tuh masih tetap menunggu pangeran kecilku. Sungguh aku masih menghargai janji dia.”
“iya maaf deh put.”

Lalu aktivitas belajarpun dimulai.

Teett teeettt bel pun berbunyi waktunya pulang.. yee pulang!! J

Akupun berjalan kedepan gerbang sendirian, karena hari ini aku tidak membawa kendaraan sendiri, Oliv juga tidak pulang bareng denganku. Dia dijemput oleh mamanya.

“put tunggu!” teriak Rio.
Akupun menoleh ke belkang “ada apa? Mau bully aku lg?” dengan ketus
“engga ko put, aku cuma ingin plg denganmu saja.”
“tidak terima kasih. Aku bisa plg sendiri.”
“tapi put”
akupun meninggalkannya. Lalu aku menunggu angkutan umum yang melewati sekolahku didekat halte. Pada saat itu, memang cuaca sangat tidak bersahabat. “sepertinya hujan lebat akan turun, mana tidak ada angkutan umum yg lewat lg.” kataku dalam hati. Lalu ada sebuah mobil sedan yg meminggir ke halte. Dan ternyata siapa yg turun??
“tuh kan put, aku blg jga apa. Ayo plg bareng, nanti kemaleman loh disini, hujan begini mana ada angkot yg lewat.”
Aku pun berpikir sejenak.
“put mau ga? Klo engga aku plg dluan nih.” Sambil berjalan menjauh dariku.
“eehh, tunggu. Baiklah aku ikut denganmu.”
Dan Rio pun membuka kan pintu mobilnya untukku dan berkata “silahkan tuan putri”. Aku hanya tersenyum saja.
Diperjalanan aku hanya terdiam saja, sambil melamunkan kenapa nih cowo jadi baik banget yah.. padahal kan aslinya ga begini. Lalu Rio pun mengagetkan ku dala lamunanku itu. “hey! Melamun saja. Mikirin sapa? Mikirin aku yah?” sambil cengengesan .” apaan sih. PD bnget!” jawabku. “ehhh stop disini saja, rumahku sudah dekat ko” jwabku lg.
Aku memang sengaja tidak meminta Rio mengantarkanku sampai depan rumah, bkn aku malu rumahku jelek, sederhana atau apa. Aku tidak ingin Rio tahu dimana rumahku. Takutnya Rio pnya niat buruk, prasangka ku.

Hari demi hari, hubungan aku dengan Rio berubah membaik. Rio selalu memberikanku perhatian yang lebih. Lalu akupun luluh padanya.
Suatu malam, sambil belajar sih aku memikirkan Rio, “apa iya aku mencintai Rio, jika aku mencintai Rio, aku telah menghianati pangeran kecilku. Aku tidak mau itu terjadi.”

Hari ini, hari libur. Seperti biasa aku malas2an. Lalu hp ku bordering, ternyata SMS masuk, dan kubuka. Dari Rio.

“slamat pagi manis”
“pagi”
“lg ngapain?”
“tiduran. Kmu?”
“oh, sma. Nnti mlm kmu ada acara?”
“nanti malam ya?”
“iya, ada ga?”
“memangnya kenapa?”
“aku mau ngajak kamu ke swatu tempat yang paling indah”
“hmm, okay.”
“kmu mau kan?”
“iyah!”
“okay, nanti aku jmput ditempat biasa yah , jam 7 jgn telat!”

malam hari saat aku bertemu Rio. Rio mengajakku ke danau , yg telah dihiasi lampu2.

“wahh , tempat ni bgus bnget yo!”
“kmu suka?”
“suka bnget”
Rio pun tepuk tangan, dan muncul lah sekelompok orang yg bermain music, dan bernyanyi lgu tentang perasaan ini. Rio pun berlutut dihadapanku dan memegang tanganku.
“semua ini kupersembahkan untukmu tuan putri. Maukah kau menjadi kekasihku?”
aaahh so sweet. Tpi bagaimana mungkin aku menghianati pangeran kecilku. Tpi mungkin ada benar jga kata Oliv. Itu semua masa kanak2, ga mungkin beneran.
Setelah lama ku berpikir dan aku menjawabnya “iya Rio aku mau.”
Rio pun memeluk diriku. Lalu kamipun makan malam bersama, lalu Rio antar aku plg”

Wahh, mala ini rasanya senang sekali. Seorang Rio menjadi kekasihku. Lalu aku pun tertidur.

Hari demi hari, bulan demi bulan. Kujalani dengan Rio. Sungguh bahagia hati ini. hari ini, hari Anniv ku dengan Rio yang ke 3 bln. Aku mau bkin kejutan buat Rio nanti sore.

Disekolah aku mencari Rio saat istirahat. Karena tumben bnget istirahat kali ini aku tidak melihat Rio, biasanya kami selalu ke kantin bersamaan.
Aku melihat Rio di dekat UKS dengan temannya. Aku pun mengamatinya. Lalu akupun mendengarkan apa yang mereka ucapkan.

“bro! selamat yah! Lu dah menang jadiin sii putri cwe lu, kita semua bakal jadi anak buah lu ko, sesuai taruhan kita waktu itu.” kata salah satu temannya kepada Rio.
lalu akupun kaget akan semua ini. “Rio!!!!” teriakku terhadap Rio dan teman2nya.
Akupun berlari, tak ku sangka Rio mengejarku.

“maafin aku Put, semuanya gasama kaya yg kamu pikir.” Penjelasan Rio
“alah udah lah yo. Yg namanya bhong tetap bhong! Jadi selama ini kmu mainin prasaan aku? Kamu mainin cinta aku! Kamu tau Yo! Kmu itu pcr pertamaku. Slama ini aku tidak pernah berpcran selain dengan kau! Aku kecewa padamu! Dan sekarang kita putus!” akupun berlari sambil nahan air mata.

Semenjak kejadian itu, 1 minggu aku tidak sekolah. Ternyata Rio menghawatirkanku. Rio bertanya kepada Oliv dimana rumahku, dan Oliv memberitahunya.
Sepulang sekolah, Rio menuju rumahku. Dan tak disangka oleh Rio, ini rumah sahabat kecilnya dulu. Dan Rio pun mengetuk rumah tersebut.

“tokk tokk tokk”
“iya tunggu sebentar” jawab sorang wanita
“assalamualaikum bu, apa benar ini rumah nya Putri Ananda?”
“iya benar, ini rumahnya. Ade ini siapa ya?”
“saya Rio bu, temannya Putri. Kenapa ya bu, Putri 1 minggu ini tidak masuk sekolah?”
“oh iya silahkan masuk, 1 minggu ini Putri sakit, dia tidak mau makan, ibu pun tidak tau sebabnya. Tapi dia sudah kedokter”
Mendengar ucapan ibu itu, aku sontak kaget. Gara2 diriku Putri jadi begini. Betapa bersalahnya diriku.
“tunggu sebentar yah Rio, ibu buatkan minuman buat mu.”
Wanita itupun pergi kedapur, untuk membuatkan Rio minuman.sementara itu Rio pun melihat photo di ruang tengah, dan Rio kaget. Knp ada ftonya disini. Apa jangan2 dia adalah Putri Ananda wanita kecil yg Rio cintai dulu? Lama Rio memandangi photo itu, lalu ibu nya putri mengagetkannya.

“ini Rio minumannya.” Sambil menyodorkan minuman
“terima kasih bu. Bu kalau boleh tau, laki-laki yang di photo ini siapa ya?”
“oh itu, itu sahabat kecilnya Putri. Putri sangat menyayanginya. Sampai2 Putri sudah SMA pun masih nungguin sahabat kecilnya. Tapi kemaren2 sepertinya dia mempunyai cowo baru. Tapi ibu tidak tahu siapa cowo itu. Putri hanya bilang kepada ibu, jika nanti aku sudah nyaman dengan cowoku ini, aku akan mengenalkannya pada ibu.”

Rio pun hanya terdiam mendengar ucapan ibu tadi. “ya, dia Putri wanita kecilku dulu. Oh tuhan, mengapa kau mempertemukan kami berdua dengan cara yang seperti ini. aku sungguh mencintainya tuhan.. aku tidak mau kehilangan dia untuk ke 2 kalinya” ucapan Rio dalam hati..

“bu, sbenarnya saya itu Rio Agustian, teman kecil Putri dulu. Dulu Rio ninggalin Putri karena Rio harus ikut orang tua Rio keluar negri.”

Ibu Rio hanya terdiam kaku.

“bu, bolehkah Rio menemui Putri?”
“iya, blh sekali. Putri pasti senang, karena sahabat kecil yg Putri sayangi kembali untuk dirinya.” Lalu ibu pun mengantarkan Rio ke kmar Putri.

“Putri, bangun sayang.. ibu bawain seseorang yang kmu sayangi.” Ucap ibu ke Putri
“siapa dia bu?” dengan lemas putri menjawab.
“mari masuk Rio.”
Ibupun meninggalkan aku dan Rio dikamar, untuk mengobrol berdua.
“lu ngapain kesini? Gapuas nyakitin hati gua?” buang muka
“engga ko Put, aku kesini mau minta maaf dan menjelaskan semuanya.” Jawab Rio
“Put, emang awalnya aku jadiin kmu bahan taruhanku, tapi setelah aku melewati hari2 denganmu, rasa cinta ini tumbuh begitu saja.” Jawabnya lagi.
“kmu itu tega memainkan cintaku ini.”
“maafin aku Put. Dan asal kamu tau Put, aku ini Rio Agustian. Aku ini cowo kecil kamu, yang pernah berjanji akan menemuimu kembali serta akan menikahimu.”
“dari mana kau yakin, bahwa kau adalah cowo kecilku dulu?”
“aku lihat foto yang diruang tamu, ada foto kecil kita berdua.”
“tidak! Tidak mungkin, Rio ku yang dulu, tidak mungkin menyakitiku seperti ini.” berkaca2 matanya.
“aku sayang kamu gendut. Lihat ini foto kita berdua kan?” mengeluarkan foto didompetnya.

kata2 itu, kata2 yg sering diucapkan oleh Rio dulu. Foto itu, foto trakhirku dengannya. Bagaimana mungkin dia masih menyimpan foto itu. Dan aku, aku hanya terdiam kaku, seakan tidak percaya.
“sekarang sudah dewasa, aku sungguh pangling padamu, kamu terlihat cantik dan berbeda dengan yang dulu." sahut Rio

Lalu Rio pun memeluk Putri dengan erat. Dan berkata “aku gakkan tinggalin kmu lgi. Aku sayang kamu Putri, maafin aku klo aku pernah menyakitimu.”
“Aku juga sayang kamu Rio, jangan pernah mainin prasaan aku lg.”

Semenjak kejadian itu, aku dan Rio melewati hari2 bersama yang indah. Merajut kembali kisah cintaku yg dulu. Dan tak terasa kami telah lulus SMA dengan hasil yang memuaskan. Kami pun meneruskan kuliah ke Universitas yang sama. Aku dan Rio sudah sepakat, kami akan nikah setelah kami menjadi sarjana, dan orang tua kami pun menyetujui permitaan dari kami.

Akhirnya aku dan Rio hidup dengan bahagia. Buat Rio, mkasih sudah menepati janjimu itu.. Aku sayang kamu Rio Agustian.


THE END




Maaf ya, bahasanya singkat2. comment and share ya! :)
Thank you banget yang mau mampir ke blogku! :)


Karya : Lusi Febriani
Facebook: Lusy Febriany
E-mail: lusi.febriani99@gmail.com

Rabu, 21 Januari 2015

Bintang Kembali Bersinar

Gemerlap panggung dengan lampu warna-warni tertata megah. Ribuan penonton berteriak memanggil namaku sambil mengangkat poster bergambarkan wajahku. Dadaku bergejolak, nafasku tak beraturan, dan jantungku mengalun tanpa irama. Disitulah aku berdiri, berusaha membalas dengan senyuman senang berpadu haru. Dentingan musik sudah mulai berirama, ku ambil nafas panjang masuk dan menikmati irama demi irama tembang kenangan yang ditantangkan juri. Setelah saatnya tiba aku mulai bernyanyi, mencoba menjiwai lagu sebisaku. Ku gengam mic erat, kupejamkan mataku rasanya saat ini aku berada di Banyuwangi malam.
Tahun 1999 aku masih SD kelas 2 aku berlari dengan tangan menggenggam botol plastik bekas air mineral, aku berlari menuju ke sebuah daratan tinggi yang biasa disebut gumuk disana ditanami ratusan pohon kakao. Dengan nafas terenggah-enggah aku tiba di atas. Aku berdiri memandangi puluhan hektar sawah yang membentang. Angin menyentuh rambutku pelan, aku berteriak lantang.
“Wahai alam dengarkan aku… dengarkan suaraku…” Angin berhembus lagi, dan aku berteriak lagi.
“Aku nanti akan jadi orang terkenal, menjadi penyanyi ibu kota” teriak ku lagi, namun kali ini angin tak lagi berhembus. Seorang petani yang sedang menjaga padi dari serangan burung menyahut dengan suara keras, sehingga dapat ku dengar dari atas gumuk.
“Semoga nak… kamu bisa jadi orang terkenal dan membanggakan wilayah kita ini..”
“aku pasti bisa menjadi orang hebat… pak lik..” teriakku lagi, disitu aku selalu menghabiskan waktu dan suaraku untuk bernyanyi, aku tak ingin mengganggu orang dengan suaraku yang melengking tinggi, sehingga aku membuat konser tunggal, menganggap gumuk itu adalah sebuah panggung megah, botol bekas air mineral sebagai mic, dan padi-padi menguning adalah ribuan manusia yang menyaksikanku. Penonton setia yang selalu melambai-lambai dan bergoyang-goyang tertiup angin sore.
“Berkibarlah benderaku.. lambang suci gagah perwira.. di seluruh pantai Indonesia kau tetap pujaan bangsa…” Suaraku menggema bersahut-sahutan terbawa angin. Aku senang sekali menyanyikan lagu-lagu nasional saat itu
Hingga pada suatu ketika, saat aku kelas IV aku dan lima temanku menjuarai lomba paduan suara tingkat Kabupaten di Pendopo Banyuwangi. Itulah penghargaan pertamaku. Dan saat kelas VI aku menjuarai lomba tari tradisional tunggal tingkat Provinsi. Kata ibuku, ayah selalu membanggakanku di depan rekan-rekannya, ayahku bekerja di Kantor Kecamatan sebagai tukang kebun namun selalu mendapat kepercayaan pak camat. Disana ayahku seperti asisten pribadi Pak Pamat. Ibu juga memberitahukanku kalau Pak Camat mengucapkan selamat untukku. Kupajang piala pertamaku di ruang tamu dengan tujuan kalau tamu-tamu yang berkunjung melihat prestasiku.
Dengan berbekal dua piagam kejuaraan yang kumiliki, aku mudah mencari SMP terfavorit di daerahku. Kata orang-orang SMP nya anak-anak pintar, aku salah satunya. Aku mengikuti berbagai extra yang aku sukai seperti extra paduan suara, extra tari, extra musik dan extra teater. Aku juga aktif dalam organisasi Osis dan Dkg. Hari-hariku semakin sibuk, kewalahan dengan jadwal yang padat. Tiga tahun full masa smpku tersita untuk fokus terhadap sekolah, extra dan organisasi. Aku tak peduli dengan dunia luar itu apa. Aku menghabiskan waktu di sekolah hingga larut-larut malam, sampai terkadang ibu sangat menghawatirkan keadaanku. Namun tetap saja saat itu yang aku fikir adalah bagaimana caranya nilai akademisku tetap 9 atau naik hingga 100 dan nilai non akademisku maksimal.
Berkat ketekunan dan doa akhirnya itu semua dengan mudah aku raih. Di akhir kelas tiga aku mendapat NUN tertinggi, yang lebih membanggakan lagi aku menjuarai lomba piano tingkat provinsi. Ketika pulang wisuda SMP orangtuaku menghadiahi aku sepeda motor. Aku jingkrak-jingkrak senang, yang lebih senang lagi ibu bilang kepadaku kalau aku akan punya adik lagi. Aku memiliki satu adik laki-laki namanya Dion kuharap ibu membirikan adik perempuan untukku.
Aku memilih SMAN favorit yang berada di jantung kota Banyuwangi, karena sekolahnya jauh dari rumah. Ayah memutuskan agar aku kost. Ibu tak tega melihatku mengendarai motor pulang pergi sekolah. Aku nurut saja. Masih sama seperti SMP aku menarget prestasi nilai minimal akademis 9 walaupun aku ikut Osis, Da dan Extra Musik. Siapa sih yang tak mengenal nama Bintang Ilham Erlangga? Bintang yang multitalenta bersinar setiap saat. Namun semua itu membentukku menjadi manusia yang tak memiliki rasa solidaritas, aku lebih senang individual dalam pelajaran. Aku tak peduli teman-teman tak menyukaiku toh aku bisa sendiri. Apapun aku bisa sendiri dan aku juga tak mau mengganggu mereka. Aku berinteraksi dengan teman ketika berorganisasi selain itu aku ingin kita bersaing. Aku pintar mengasah bakat-bakat yang aku miliki bahkan bakat yang terpendam sekaligus; menulis misalnya. Diam-diam aku suka menulis puisi, mengarang cerita bebas bahkan membuat komik dengan animasi yang kubuat sendiri.
Saat menjelang ujian semester 2 ayah menelfonku kalau ibu berada di rumah sakit. aku tahu kalau ibu akan melahirkan adikku. Sepulang sekolah aku ke rumah sakit naik bus kota. Sesampainya di rumah sakit, ayah dengan air mata yang berlinang memelukku erat. Ayah yang selama ini gagah kini lemah, ia seperti manusia tanpa roh. Sedangkan adikku Dion yang masih berusia 12 tahun menangis di depan pintu kamar operasi.
“Ibumu keguguran Ham dan nyawa mereka berdua tak terselamatkan.” Suara itu bagaikan petir yang menyambar, aku tak kuasa menahan air di kelopak mataku. Baru saat itulah aku tahu apa yang dirasakan ayahku. Ayahku telah kehilangan dua sayapnya. Namun apa daya, aku bisa apa? itulah takdir dari Tuhan. Aku hanya bisa menguatkan ayahku yang lemas memucat. Adik dan ibuku telah tiada pada 04 Juni 2007. Saat itulah aku benar-benar berduka. Aku tak bisa berbuat apa-apa dengan kesedihanku. Aku menangis, mengingis dan menangis di belakang ayah.
Pada tahun 2010 aku lulus SMA, aku mendapat beasiswa di salah satu Universitas Tinggi Negeri di Jawa Barat, S1 Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM). Atas restu ayah aku berangkat ke Depok dengan uang yang tak begitu banyak karena aku mendapat subsidi dari pemerintah per bulannya. Tak lupa aku membawa gitar yang dibelikan ibuku beberapa tahun lalu saat aku masih aktif di extra musik SMP, Kata ibu gitar ini akan menolongku dalam keadaan apapun.
Pada semester pertama aku menjalani kuliahku dengan semangat, di bulan berikutnya, bulan berikutnya dan bulan bulan berikutnya lagi sampai genap satu semester. Namun ternyata jalan tak selalu indah. Jalan tak selalu seperti apa yang diatur manusia. Di sana aku kesulitan mencari teman sulit mencari orang-orang baik. Apa mungkin inilah karma? Tak ada yang mau mengenalku. Apa karena aku adalah orang Banyuwangi. Kenapa? ada apa? kenapa mereka semua takut kepadaku? santet, yeah santet? Aku mencoba menekankan lagi kalau daerahku memang terkenal dengan ilmu hitamnya namun dulu, dulu sekali pada zamannya nenek moyang. Aku hanya bisa bilang kalau Banyuwangi adalah penyumbang oksigen, Banyuwangi wilayah hijau penuh kedamaian dan Banyuwangi adalah kota yang exsotis dan aku hanya mahasiswa biasa. Manusia pada umumnya. Aku punya Allah bukan santet atau ilmu hitam. Namun bukan itu alasannya. Alasanya adalah aku manusia yang terlalu idealis dan individualis. Kalau aku bisa apapun tanpa teman kenapa aku mencari teman? Kenapa ya? untuk apa? aku mencoba mencari-cari di internet kenapa manusia membutuhkan teman. Ternyata jawabanya adalah manusia memang terciptakan untuk saling berdampingan, bersosialisasi bahkan berpasang-pasangan. Kalau memang begitu aku harus berinteraksi dengan banyak orang dan ternyata itu menyenangkan. Menyenangkan sekali.
Semester dua telah berlalu, diiringi angin pagi. Aku menelusuri koridor kampus, saat itu masih sepi namun entah kenapa aku ingin pergi ke perpustakaan. Ada yang menuntunku berjalan kesana. Aku mendengar suara sepatu ber hak tinggi berirama di belakangku, seperti mengikuti langkahku. Aku berhenti suara sepatu itu juga berhenti tepat di belakangku. Aku menoleh ke arahnya. Perempuan. Perempuan cantik. Cantik sekali. dia tersenyum kepadaku. Aku juga tersenyum kepadanya. Aku tak tahu kenapa ada getaran di hatiku sedemikian rupa yang tak dapat kuungkapkan? Apa ini jatuh cinta? Apa ini namanya jatuh cinta? Selama ini aku tak pernah merasakan jatuh cinta. Aku tak pernah dekat dengan perempuan! Sama sekali.
“hai.. kenapa bingung?” ucapnya, bibir tipisnya mengayun indah.
“ma.. mau ke perpustakaan..” ucapku gemetar.
“sama dong.. kenalin gue Amelia dari Fakultas Ilmu Ekonomi..” dia mengatungkan tangannya dan aku meraih tanganya. Kami bersalaman.
“Bintang.. FKM” ucapku singkat. Kami melangkah bersama, berjalan sambil ngobrol ini itu. kami saling tanya dan saling ingin tahu. Di perpustakaan kami mencoba akrab. Begitu cepat dan singkat perkenalan kita. Kami menceritakan diri masing-masing, ternyata perempuan cantik itu berasal dari Jember, kami berdua ternyata bertetangga. Tak lupa kami bertukar nomor hp dan berharap bisa bertemu lagi. Itulah pertemuan pertama aku dan dia. Kusimpulkan dia cinta pertamaku.
Hari berganti hari aku semakin nafsu untuk menemuinya. Kami sering janjian di perpustakaan. Lama kelamaan kami berani keluar, ke bioskop, ke pantai, ke restoran dan kemana-mana, aku mencoba menyatakan perasaanku. Aku dan dia menjadi pasangan kekasih. Aku mencintainya. Sungguh sangat mencintainya.
Aku menceritakan kedekatanku dengan Amelia kepada ayah, namun pendapat ayah aku tak boleh pacaran dulu sampai aku lulus dan sarjana. Namun aku tak peduli larangan ayahku. Aku tetap saja pacaran dengan Amelia. Kebutuhanku pun semakin banyak, sebagai laki-laki aku mencoba memberi kebahagiaan untuk Amelia walaupun kutahu ia tak menginginkan aku itu, uang beasiswaku habis sebelum waktunya, terpaksa aku meminta kiriman kepada ayahku. Aku sering bolos kuliah setiap harinya bukan karena Amelia namun aku senang bergaul dengan komunitas-komunitas hitam di Jakarta, mungkin aku sangat keterlaluan. Nilaiku anjlok bebas sehingga pada suatu saat setelah Ujian semester 5 beasiswaku dicabut.
Aku berjalan pelan dan lemas, saat aku tiba di depan tempat kos, Amelia telah berdiri. Dia memelukku, menghiburku sampai fikiranku mulai tenang. Kami berdua masuk ke dalam kamar kontrakkan. Dia duduk di sebelahku sambil memijit bahuku.
“sayang aku membawakan ini untukmu..” dia mengeluarkan beberapa botol minuman, yang kutahu itu adalah minuman beralkohol tinggi. Dia membuka tutupnya dan memberikannya padaku. Jujur selama ini aku tak pernah menyentuh yang namanya minuman keras. Merok*k saja tak pernah apalagi minum!
“sekali-kali saja, ini hanya menghangatkan badan, di luar hujan lebat” aku mengangguk, mungkin saat itu aku stress berat dan aku meneguknya. Aku mengernyit, rasannya benar-benar tak enak. Setelah beberapa tegukkan lidahku mulai terbiasa. Aku menghabiskan satu botol minuman. Kepalaku rasanya mulai pusing sekali. lebih pusing dari sebelumnya, setelah itu aku seperti terbang dalam khayalan.
Hujan yang turun dengan derasnya tak menyadarkanku. Entah apa yang terjadi aku tak tahu. Aku membuka mata, aku mencium bau tak enak pada aroma nafasku. kepalaku masih pening, aku mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi siang ini. aku mengingat-ingat dan akhirnya aku ingat beasiswaku telah hilang. Aku menoleh ke samping, Amilia tertidur pulas membelakangiku. Tanpa baju. Dan aku. aku juga tak memakai baju. Entah kenapa aku terburu nafsu birahiku. Bulan tersenyum riang menyaksikan kami berdua.
Bulan berganti bulan, aku meminta kiriman terus menerus dari ayahku. Aku tak pernah peduli ayahku dapat uang dari mana. Ia tetap memberi, memberi dan memberiku. Pada bulan ke 3 semester 5 ayah menelfonku kalau sawah kita telah habis dijual. Ayah tak memiliki apa-apa lagi kecuali rumah dan beberapa ternak untuk membiayayai sekolah Dion. Entah kenapa semenjak ada Amilia aku tak pernah lagi merindukan orang rumah. Selama aku di Jawa Barat aku belum pernah sekalipun pulang ke Banyuwangi. Ini sudah tahun ke dua aku disini kata ayah aku harus pulang ke Banyuwangi agar aku bisa melihat keadaan rumah sekarang. Aku merenung, merenung dan merenug. Pasca beasiswaku di cabut aku menghindari Amelia. Rasanya aku tak ingin bertemu dia lagi. Aku ingin sendiri dan fokus kepada kuliahku. Aku mulai rajin belajar. Mengejar lagi yang selama ini tertinggal. Belum terlambat fikirku.
Aku bekerja serabutan ini-itu, ngajar les musik, les bahasa inggris dan lain-lain bahkan sampai ngamen untuk membiayai kuliahku yang tinggal satu setengah tahun lagi. Tak ada waktu istirahat bagiku, aku sibuk berat. Metropolitan yang sesungguhnya adalah kejam. Disini terdapat hukum alam siapa cepat dia dapat. Dari bekerja serabutan aku masih kurang untuk membiayai kuliah dan kebutuhan hidupku. Tepat pada bulan terakhir di semester 5. Amelia menemukan tempat persembunyianku pada suatu malam di Bogor ketika itu aku mengikuti penyuluhan kesehatan warga Bogor. Kebetulan aku sendiran, karena saat itu hendak ngamen sambil berjalan pulang ke camp. Lumayan pikirku.
“kenapa kamu menghindariku enam bulan ini Bintang?” tanyanya. Matanya berkaca-kaca. Dia keluar dari taksi dan langsung melabrakku. Aku tak bisa berlari lagi saat ini.
“aaa.. akku, aku mencari uang untuk kelangsungan kuliahku. beasiswaku sudah di cabut dan harta orangtuaku telah terkuras habis.” Jelasku..
“terus kamu mau kabur dariku? Iya? Aku ini hamil Bintang… aku hamil..” ucapnya.. aku terpaku dan diam membisu melihat tangisnya meledak.
“hamil?” aku melangkah beberapa langkah untuk menyentuhnya dan menanyakan apakah ia baik-baik saja selama lima bulan tanpaku, jiwa keayahanku tiba-tiba muncul namun kakiku berat. Kenapa kabar ini sangat menyakitkan, lebih sakit daripada keruntuhan langit. Ini beda, tak seperti yang di rasakan ayahku ketika ibu bilang kalau dirinya hamil. Apa yang harus aku lakukan? Aku terjatuh bersimpuh aku menangis di hadapan Amelia yang berdiri jauh dariku.
“kenapa kita lakukan itu mel? Kenapa? aku belum bisa menjadi ayah yang baik. aku belum bisa menjadi kepala keluarga yang baik dan aku belum bisa membiayai kehidupan kita bertiga nanti.. aku telah hancur, hancur gara-gara wanita sialan sepertimu” teriakku.. membentak
“kenapa harus terjadi seperti ini? kenapa” emosiku meluap, aku memukul-mukul tanah yang mulai mengering seperti mau mematahkan tanganku sendiri. Amelia berjalan mendekat dan semakin mendekat.
“Jangan mendekat kamu.. aku tahu itu bukan anakku.. kamu bermain dengan laki-laki lain kan..!!” tangisku semakin meledak, Amelia juga menangis mencoba meyainkanku.
“Ini anak kamu ham… semenjak malam itu aku mencarimu kemana-mana.. aku hanya ingin kamu tahu aku nggak halangan lagi. ingat saat kita melakukan kita nggak mabuk kan..? kamu berjanji kita akan menikah” ucapnya menggali-gali fakta.
“kamu ayah dari anak kita. Anak kita berdua..” sambungnya lagi..
“Tidakk.. aku nggak pernah punya anak.. hiikkss hikkss..” aku semakin menangis dan merasa kalau ini adalah hari paling buruk dalam sejarah hidupku. Aku berharap ini hanya mimpi. Namun ini bukan mimpi. Inilah kenyataan. Aku terjatuh dalam kesakitan.
“okelah kalau kamu tidak mau mengakui ini anakmu.. bagaimanapun caranya aku akan menggugurkannya. Demi kebaikanmu dan aku. Kebaikan kita bertiga. Aku nggak akan meminta hartamu sebagai ganti keprawananku. Dan aku juga nggak akan minta uangmu untuk membiayai pengguguran ini, namun satu yang aku minta. Temani aku saat proses pengguguran ini. aku mohon. Dampingi aku sebelum aku menghembuskan nafasku terakhir.” Dia berbicara tepat di depanku lalu dia berlalu dengan taksi warna biru. Entah kemana. Aku berlari.. berlari dan berlari.. aku berlari dan berteriak sekencang-kencangnya.. tak peduli jalanan menatapku aku berlariii dan akhirnya aku tak mampu melangkah lagi. Aku terjatuh. Kugenggam lengan gitar dari ibuku. Wajahnya melintas, aku rindu ibu. Otakku yang cerdas berputar kencang, saat ini aku bodoh.
Aku berjalan lagi memutar tubuhku untuk ke camp. tak ada gunanya aku berlari, di tengah perjalan aku berhenti tepat di depan masjid besar. Seperti biasa seperti ada yang menuntunku, aku melangkah masuk. Mengambil air wudhu dan shalat isya. Aku menangis memohon ampunan kepada Sang Haliq. aku membaca beberapa lembar Al Quran yang selama ini lama tak tersentuh olehku. Hatiku mulai tentram. Otakku mulai dingin. Sepertinnya Allah menunjukkan jalanNya. Aku ingat saat ibu meninggal karena keguguran. Aku sedih Aku nggak ingin kehilangan anakku. Aku nggak ingin. Sebenarnya aku mencintai Amelia, cinta pertamaku. Aku berniat untuk membawa Amelia pulang besok. Yaa besok aku akan pulang.
Saat itu juga aku pergi ke tempat kos Amelia. Dari Bogor langsung ke Depok. Kemacetan panjang pun aku terjang. Aku menunggu di depan rumah kos. Aku mengirim sms berkali-kali agar dia keluar namun tak satu pun ia balas, aku mencoba menelfon hpnya tidak aktif. Aku masuk ke dalam rumah dan berdiri mematung di depan kamarnya. Bismilahirahmanisahim aku membuka pintunya, dia tidur dibalut selimut. Aku memberanikan diri masuk. Saat kusisihkan selimutnnya terlihat di tangan kanannya ia menggenggam Al-quran mini. Hatiku berdesir.
“sayang… bangun..” tanganku menyibak rambutnya. Dia menyipitkan matannya dan menatapku.
“Maaf mengagetkan kamu, sini duduk dekat papah..” ucapku sehalus mungkin. Ia menurut lalu duduk di sampingku, wajahnya sangat pucat pasi. Tanganku mengelus perut Amelia seperti yang sering dilakukan ayah kepada almarhum ibuku saat hamil Dion maupun adik perempuanku. Memang perutnya mulai besar. Aku mencium perutnya lalu tersenyum padanya.
“Aku mencintaimu mel.. aku nggak akan menyuruhmu untuk menggugurkan bayi kita.. kita akan menikah.. kita akan bersama selamnya.. aku janji” ucapku.
“Benarkah? Kita akan menikah..?”
“yaa.. besok kita pulang ke Banyuwangi, aku akan mengenalkanmu kepada ayah dan adikku, setelah itu aku akan melamarmu.. dan kita menikah.. tapi maaf aku nggak bisa membuat pesta megah untukmu..” ucapku lagi sambil menundukkan kepala. Seperti tak berguna.
“Aku tak butuh pesta pesta, yang penting kita menikah sah secara agama sudah cukup, aku siap menjadi mualaf” ucapnya, matanya berbinar. Aku memandangnya, ada ketulusan.
“Tapi kamu harus janji, menerimaku apa adannya.. dalam keadaan apapun.. susah senang bersama… janji..!” aku mengulurkan jari kelingking dan dia pun.
Pagi-pagi sekali, matahari belum tersenyum. Aku dan Amelia sudah berada di stasiun. Saat inilah kami akan pulang. Kami membawa ransel yang tak begitu besar. Perjalanan sangat lama sekali. Berjam-jam lamanya, sepertinnya calon istriku sudah tak nyaman duduk di gerbong. Kasihan anakku. Beberapa kali aku mengusap-usap perutnya sambil berkata “sabar ya sayang!!” walaupun belum begitu nampak besar, bayiku pasti kelelahan dalam perjalanan ujung Jawa Barat sampai ke ujung Jawa Timur.
Sesampainya di Stasiun Kalibaru kami turun dan menghentikan bus. Akhirnya perjalanan mengantarkan sampai ke rumahku. Masih sama seperti sebelumnya. Dengan ketakutan yang luar biasa aku mengetuk pintu dan salam beberapa kali, terdengar suara gebyuran orang mandi di belakang rumah, aku mengetuk lagi Dion yang membuka. Ia memelukku penuh rindu.
Kulihat foto-fotoku masih terpampang di ruang tamu. Foto-fotoku yang multitalenta. Bahkan pialaku masih berjajar rapi di rak khusus, ada beberapa yang baru. Aku membacanya. Lomba lari dan lomba renang tingkat Kabupaten. Ya, itu milik Dion. Pasti Dion menunggu kedatanganku untuk memamerkan prestasinya.
“Hebat kau sekarang… mau jadi atlet ya?” aku mengacak-acak rambutnya. Dia tersenyum bangga. Kuperkenalkan Amelia kepadanya. Calon kakak ipar, aku berbisik kalau aku akan numpang tidur di kamarnya beberapa hari ini, biar Amelia tidur di kamarku.
“Mana Ayah?” tanyaku..
“Masih mandi mas..” ucapnya. wajahnya sangat tampan. Mirip wajah ibuku yang cantik.
“Oh ya Amelia kamu duduk di sini dulu yaa, aku cari ayahku dulu..” Amelia mengangguk. Aku menyuruh Dion membuatkan teh hangat dan menemaninya di depan.
Aku duduk di kursi bambu atau biasa di sebut “Lincak”, aku menunggu ayahku keluar. Ketika ayah membuka pintu dan melihat aku duduk di lincak, ayah berlari menghampiriku, memelukku penuh kerinduan bahkan mencium keningku. Oh senangnya bisa bertemu ayahku yang terlihat sedikit tua. Aku mengajaknya duduk. Dia mengungkapkan perasaanya tentang kepergianku. Ia benar-benar merindukanku. Namun aku tak bisa berlama-lama menyembunyikan ini. Aku langsung bercerta tentang Amelia, aku ingin ayah memintakan Amelia kepada orangtuanya karena.. karena.. ia telah aku hamili.
“apa-apan kamu Bintang? Selama ini kamu buat ayah bangga tapi akhirnya kamu hamili anak orang.. sudah bisa apa kamu? Hah? Kuliah saja masih minta orangtua. main-main hidupin anak orang, kamu pikir punya rumahtangga itu enak?”
“maafin Bintang yah.. ini jalan satu-satunya, Bintang mau bertanggungjawab.. Bintang janji akan biyayai keluarga Bintang sendiri, Bintang mohon yah.. nikahkan Bintang sama Amelia. Bintang tidak mau Amel dan anakku meninggal seperti ibu” aku menangis sambil bersimpuh di kaki ayahku. Bersujud dan memohon. Ayah terdiam mendengar penekankanku.
“Bintang, ayah nggak nyangka kamu seperti ini… ayah benar-benar nggak nyangka”
“maafin Bintang yah.. restui kami. Aku berjanji akan berusaha jadi kepala rumah tangga yang baik.. mengurus anak dan istriku.. menjadi imam yahh hikks hikks hikk”
“Plakkkkkkk” ayah menamparku, suaranya terdengar sampai ke ruang tamu. Setelah itu ia memelukku. Kami menangis berdua.
“baiklah ayah nikahkan kamu, tapi ingat setelah kamu berumah tangga kewajiban ayah sudah lepas terhadapmu..” ayah menatapku. Aku mengangguk seperti anak kecil.
Acara lamaran pun terlaksana. Keluargaku datang ke Jember meminta Amelia. Setelah itu prosesi memuslimkan Amelia dan selang seminggu kemudian Ijab Kabul di KUA terdekat. Kami pun resmi menjadi suami istri. Kami kembali ke Depok. Memulai hari demi hari berdua satu kontrakan.
Beberapa bulan, perut Amelia semakin besar.. aku kewalahan mencari uang sana-sini, uang untuk kuliahku dan kuliah Amelia serta kebutuhan untuk calon bayiku, setiap pukul 07.00 sampai 13.00 aku magang di puskesmas pulangnya ke studio musik menjadi guru les piano setelah itu kuliah dan malam pulang menemani istri. Begitulah setiap harinya.
Pada suatu hari aku mendapat kabar dari teman kalau hari ini ada audisi pencarian bakat oleh salah satu setasiun TV swasta. Aku langsung berlari pulang menemui istriku, meminta izin kepadanya ia pun merestuiku, mengantarkanku mengikuti audisi dengan perutnya yang membesar. Aku memainkan gitarku dan menyanyikan lagu “Ibu” milik Iwan Fals. Bayangan wajah ibu melintasi mataku. Dan tak disangka aku lolos audisi saat itu juga. Aku masuk seleksi dari minggu ke minggu. Sampai akhrinya kini aku menjadi finalis dan berdiri di panggung megah ini. Semua bersorak seraya dentingan musik berhenti. “Trimakasih semua” ucapku, sambil melirik istriku yang duduk paling depan sambil menggendong Baby Tricia.
Bintang kembali bersinar.
TAMAT

Nama: Yulianingtyas Rahmawati
Alamat: Gambiran Banyuwangi.
Sekolah: SMAN 1 GAMBIRAN
Jalan Sriwijaya No 11 Wringinagung Gambiran